Saat
ini, selain fokus pada penyelesain kegiatan TA. 2014, Fasilitator PNPM juga
sedang disibukkan dengan fasilitasi Perencanaan Pembangunan Desa (PPD). PPD ini
dilakukan dalam menyiapkan desa menghadapi implementasi UU Desa. Hampir semua
Desa di Jatim, RPJMDesa yang disusun pada awal integrasi PNPM, habis pada tahun
2014. Berbeda sengan tahun-tahun sebelumnya, PPD tahun ini dilakukan tanpa
greget dan penuh kegamangan. Hal ini karena PPD dilakukan tanpa merencanakan
usulan yang akan didanai melalui PNPM. Maklum saja, APBN 2015 tidak lagi
mengalokasi BLM pada 2015. Beberapa darrah mengawali PPD tahun ini dengan
sosialisasi ditingkat kecamatan dengan tanpa adanya ancar-ancar BLM 2015.
Praktis PPD kali ini berjalan setengah hati. Merujuk pada Peraturan Pelaksana
UU Desa No. 43 Tahun 2014, tahapan PPD ini dimulai dengan pelaksanaan
Musrenbang Desa Khusus pembahasan RPMDesa dan harus selesai dilaksanakan pada
Bulan Juni 2014. Disamping itu, pada Pasal 118, RKP Desa juga harus mulai
disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun 2014 dan ditetapkan dengan
peraturan Desa paling lambat akhir bulan September 2014. RKPDesa ini juga
sudah harus dilengkapi dengan desain dan rencana anggaran biaya (RAB).
Terakhir, APBDesa juga harus sudah diperdeskan pada Desember 2014 dengan
memasukkan di dalamnya, Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBN maupun dari
dana perimbangan daerah, disamping sumber pendapatan desa lainnya.
Jika
melihat progres di lapangan, nampaknya banyak daerah yang tidak mampu memenuhi
target ketentuan sebagaimana diuraikan di atas. Bisa dipastikan hampir semua
Desa lokasi PNPM belum mereview RPJMDesa dan menetapkan RKPDesa Tahun 2015.Di
tengah kegalauan menjelang berakhirnya program, fasilitator menghadapi
kebingung RKTL yang luarbiasa. Mulai dari RKTL penyelesaian kegiatan 2014, RKTL
Penataan kelembagaan hingga RKTL perencanaan pembangunan desa yang dilengkapi
dengan Aplikasi PPD. Sebuah aplikasi yang paling rumit dan menguras waktu dalam
pengisiannya.Masing-masing RKTL juga memiliki kendalanya sendiri-sendiri. RKTL
Pelaksanaan kegiatan 2014 terhampat dengan pemotongan BLM 11,8%, RKTL Penataan
kelembagaan, sebagaimana nota dinas NMC juga belum sepenuhnya selaras dengan UU
Desa (penataan BKAD) dan belum mampu menjawab tantangan berakhirnya program
(penataan UPK), sedangkan RKTL PPD berhadapan dengan berakhirnya program.Menghadapi
transisi PNPM ke UU Desa yang tinggal menghitug hari ini, Ditjen PMD nampaknya
punya sikap yang berbeda. Pada saat fasilitator giat mengkaji UU Desa dan
implikasinya dalam pemberdayaan masyarakat desa, statemen2 dari elit PMD justru
tegas melarang fasilitator terlalu masuk dalam ranah UU Desa. Fasilitator
PNPM-MPd harus tetap fokus mendampingi program PNPM sampai selesai.
Fasilitator
PNPM juga diminta tidak perlu mencampuri kegiatan yang berkaitan dengan
pemberlakuan undang-undang desa yang dapat mengakibatkan pendampingan PNPM 2014
menjadi tidak maksimal. Fasilitator juga diwanti-wanti harus berani menolak
perintah dari pihak lain yang berkaitan dengan pemberlakuan undang-undang desa,
apabila tidak ada permintaan atau perintah resmi dari Ditjen PMD. Hal itu
disampaikan oleh Direktur Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Ditjen
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, F. Gatot Yanrianto, SE, M.Si, pada penutupan
pelatihan penyegaran Fasilitator PNPM Prov. Banten, 15 Oktober 2014.(http://m.kompasiana.com/post/read/680644/3/pesan-pak-direktur-terkait-pnpm-2015-dan-nasib-fasilitator.html).
Apa yang disampaikan oleh pihak Ditjen PMD itu belakangan dikuatkan melalui
surat PMD tanggal 3 November 2014 yang ditujukan kepada Satker PNPM-MPd Seluruh
Indonesia tentang penegasan tugas dan kewajiban fasilitator. Surat yang
ditandatangani oleh F. Gatot Yanriyanto, Direktur Kelembagaan dan Pelatihan
Masyarakat Ditjen PMD itu seakan mengingatkan kembali apa yang pernah
disampaikan sebelumnya dalam forum penutupan penyegaran fasilitator Prov.
Banten.
Keterangan Foto : Surat Ditjen PMD tentang penegasan tugas dan kewajiban fasilitator
Dua
poin yang ditegaskan dalam surat itu adalah, pertama fasilitator harus fokus
pada penyelesaian seluruh proses pelaksanaan PNPM-MPd Tahun Anggaran 2014
hingga Desember 2014. Kedua, sebelum ada perintah atau penugasan baru, maka
fasilitator tidak diperkenankan melaksanakan tugas dan fungsi lainnya, selain
melaksanakan pendampingan PNPM Mandiri Persesaan.Kurang puas dengan surat
pertama, selang satu minggu kemudian, Ditjen PMD kembali meluncurkan surat
kedua tanggal 10 Nopember 2014. Kali ini surat ditujukan kepada Bupati dan
Walikota lokasi PNPM-MPd. Targetnya, seluruh pencairan DDUB harus sudah selesai
selambat-lambatnya 19 Desember 2014. Nampaknya kedua surat ini memang
diluncurkan dalam rangka memastikan seluruh pekerjaan PNPM TA. 2014 dapat
dituntuskan oleh para pendamping hingga akhir 2014. Memastikan tidak ada PR
yang disisakan fasilitator setelah berakhirnya kontrak kerja di 2014. Selain
itu surat ini juga mencerminkan sikap dari Ditjen PMD menghadapi transisi PNPM
ke UU Desa. PMD tidak menghendaki fasilitator PNPM terlalu jauh mencampuri
urusan UU Desa. Cukup fokus pada tugas-tugas teknis keprograman saja.
Perencanaan Pembangunan Desa (PPD) yang saat ini sedang berjalan adalah murni
kepentingan UU Desa. Syarat desa dapat mengakses dana desa 2015. Karena itulah
PPD tidak dimasukkan dalam surat ditjen sebagai salah satu capaian dalam tugas
dan kewajiban fasilitator.
Keterangan foto: Surat Ditjen PMD tentang percepatan pencairan DDUB.
Terlepas
dari topik, dua surat dirjen ini juga mensiratkan adanya keengganan dari Ditjen
PMD untuk memisahkan diri dari Kementerian Dalam Negeri dan bergabung ke
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Sebuah nama kementerian baru yang
dibuat oleh Presiden Jokowi. Keengganan itu nampak dari kop surat Ditjen PMD
yang masih menggunakan Kementerian Dalam Negeri. Perpres Nomor 165 Tahun 2014
tentang penataan tugas dan fungsi kabinet kerja, mengamanatkan Ditjen PMD
bergabung dengan Kementerian Desa. Perpres ini mulai berlaku dan diundangkan
pada tanggal 27 Oktober 2014. Idealnya, surat-surat Ditjen PMD yang dikeluarkan
pasca perpres ini, tentu harus menggunakan kop Kementerian Desa, PDT dan
Transmigrasi. Ironisnya, satu hari setelah menerbitkan surat kedua di atas,
Ditjen PMD bersama Ditjen PDT dan Ditjen Transmigrasi melakukan rapat kerja
tanggal 11 November 2014. Papat tersebut akhirnya menyepakati 9 program
priotitas kementerian desa. Setidaknya lima dari 9 program yang kemudian
disebut dengan istilah "nawakerja" itu adalah program kerja Ditjen
PMD. 9 program itu antara lain:
1.
Peluncuran 'Gerakan Desa Mandiri' di 3.500 desa pada tahun 2015. (Ditjen PMD)
2.
Pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur 3.500 pada desa
tahun 2015. (Ditjen PMD)
3.
Pembentukan dan pengembangan 5.000 Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). (Ditjen
PMD)
4.
Revitalisasi pasar desa yang ditargetkan akan dilakukan di 5.000 desa/kawasan
pedesaan. (Ditjen PMD)
5.
Pembangunan infrastruktur jalan pendukung pengembangan untuk produk unggulan di
3.500 Desa Mandiri. (Ditjen PDT)
6.
Persiapan implementasi penyaluran Dana Desa sejumlah Rp 1,4 miliar untuk setiap
desa secara bertahap. (DItjen PMD)
7.
Penyaluran modal bagi koperasi/UMKM di 5.000 desa. (Ditjen Transmigrasi)
8.
Pilot Project Sistem pelayanan publik jaringan koneksi online di 3.500 desa.
(Ditjen PDT)
9.
'Save Villages' (Selamatkan Desa) perbatasan, pulau terdepan, terluar dan
terpencil. (Ditjen PDT)
Dalam
APBN 2015, alokasi anggaran untuk Kementerian Desa, PDT dan Transnigrasi ini
adalah sekitar 8,5 Triliun. Anggaran sebesar itu tersebar di Ditjen PMD sebesar
3,5 Triliun, Ditjen PDT 3,5 Triliun dan Ditjen Transmigrasi sebesar 1,3
Triliun. Kembali pada soal sikap Ditjen PMD yang ingin memisahkan tupoksi
pendamping PNPM dengan pendamping desa pada saat mendesaknya kebutuhan
pendampingan desa menyongsong implementasi UU Desa, sepertinya menyiratkan
sebuah maksud. Ditjen PMD seperti ingin menunjukkan bahwa tanpa keterlibatan
dari Fasilitator PNPM, agenda dalam UU Desa tidak akan bisa berjalan maksimal. Misalnya
saja soal PPD. Jika saja Fasilitator PNPM tidak memfasilitasi penyusunan
RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa hingga Desember 2014, maka akan ada banyak
desa yang tidak memiliki Dokumen PPD tersebut. Tanpa RPJMDesa, RKPDesa
dan APBDesa, tentu desa tidak bisa melangkah pada tahap persiapan pencairan
dana desa pada 2015. Kenapa Ditjen PMD melakukan hal itu, padahal di dalam
kementerian baru, PMD memegang peran kunci dalam implementasi program kerja
kementerian. Tentu itu berkaitan dengan issue tarik ulur ditingkat elit
berkaitan dengan penataan kelembagaan di kementerian baru itu. Berkaitan juga
dengan keengganan PMD bergabung di kementerian desa sebagaimana kop surat yang
masih bernaung di bawah Kemendagri.
Yang
jelas, Direktur Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat, Ditjen PMD, F. Gatot
Yanriyanto, adalah satu-satunya pihak yang sempat melontarkan gagasan
mengalokasian anggaran pendampingan bagi Fasilitator PNPM untuk tahun anggaran
2015, sebesar 1,4 Trilun, meski tidak ada BLM. Wacana melanjutkan pendampingan
tanpa adanya BLM tentu dibutuhkan dasar dan alasan yang kuat. Tanpa alasan
kuat, wacana itu tidak akan bisa terealisasi dalam DIPA 2015 yang target
penyusunannya kelar di Desember 2014. Dan alasan yang paling kuat itu sedang
diskenariokan oleh Ditjen melalui suratnya yang pertama tanggal 3 November 2015
tentang penegasan tugas dan kewajiban fasilitator. Apapun keputusannya, kita,
Fasilitator PNPM, berharap semoga ada penghargaan atas proses yang telah
dilalui PNPM selama 16 tahun ini. Setidaknya Fasilitator PNPM adalah anak
bangsa yang lebih dulu belajar dalam kaitan pemberdayaan masyarakat desa.
Karena itu, kesempatan menjampingi desa harus diberikan lebih besar kepada eks
pendamping PNPM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar